Rabu, 03 Februari 2016

Pengertian Tauhid Menurut Kandungan Al-Qur’an

ilustrasi tauhid


Pengertian Tauhid dalam bahasa arab merupakan mashdar (kata suatu benda dari sebuah kata kerja) berasal dari kata wahhada. Apabila yang dimaksud wahhada syai’a berarti menjadikan sesuatu itu menjadi satu.
Sedangkan menurut ilmu syariat mempunyai arti mengesakan terhadap Allah dalam sesuatu hal yang merupakan kekhususan bagi-Nya, yaitu yang berupa Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma’ Wa Shifat ( Al-Qaulul Mufiiid Syarh Kitabi At-Tauhid).
Kata tauhid itu sendiri merupakan sebuah kata yang terdapat di dalam beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana di dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, “Kamu akan datangi suatu kaum ahli kitab, maka jadikanlah materi dalam dakwah yang akan kamu sampaikan pertama kali yaitu agar mereka mentauhidkan terhadap Allah”.
Begitu pula dalam perkataan para sahabat Nabi, “Rasulullah membaca tahlil dengan tauhid”. Dalam pengucapan beliau labbaika Allahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, ucapan talbiyah yang dilantunkan saat memulai ibadah haji. Dengan demikian kata-kata tauhid adalah kata syar’i dan juga terdapat di dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh).

Pembagian Tauhid di dalam Al Qur’an

ilustrasi pembagian tauhid
abumuhammadblog.wordpress.com
Pembagian yang sangat populer di kalangan para ulama adalah pembagian pemahaman tauhid menjadi tiga bagian, yaitu tauhid berupa rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Pembagian tersebut terkumpul dalam firman atau sabda Allah di dalam Al Qur’an:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“Rabb (penguasa) langit dan bumi serta segala sesuatu yang berada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan teguhkan hati dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu tahu bahwa ada seorang yang sama dengan Dia (yang berhak disembah)?” (Maryam: 65).
Perhatikan ayat di atas:
  1. Dalam firman-Nya (رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) (Rabb yang menguasai langit dan bumi) merupakan ketetapan tauhid rububiyah.
  2. Dalam firman-Nya (فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ) (maka sembahlah Dia serta berteguh hatilah ketika dalam beribadah kepada-Nya) merupakan ketetapan tauhid uluhiyah.
  3. Dan dalam firman-Nya (هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً) (Apakah kamu mengetahuinya bahwa ada seorang yang sama dengan Dia?) merupakan ketetapan tauhid asma’ wa shifat.
Berikut penjelasan ringkas tentang tiga macam tauhid tersebut:
Tauhid rububiyah artinya adalah mengesakan Allah di dalam hal penciptaan, kepemilikan serta pengurusan. Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini di dalam firman Allah:
أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, yang menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak bagi Allah” (Al- A’raf: 54).
Tauhid uluhiyah ataupun tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah dikarenakan penisbatanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan disebut tauhid ibadah dikarenakan penisbatannya kepada makhluknya atau hambanya.
Adapun maksud tersebut ialah pengesaan Allah dalam hal ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah lah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi. Allah Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hakiki dan sesungguhnya yang mereka seru selain Allah adalah yang batil” (Luqman: 30).
Tauhid asma’ wa shifat. Maksud dari hal ini adalah pengesaan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama dan sifat-sifat yang jadi milik-Nya. Tauhid ini mewakili dua hal yaitu ketetapan dan kenafian, berarti kita harus menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah seperti halnya yang ditetapkan bagi diri-Nya.
Dalam kitab-Nya maupun sunnah nabi-Nya, dan tidak membuat sesuatu yang sama dengan Allah terhadap nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat terhadap Allah tidak boleh melaksanakan ta’thil, tahrif, tamtsil, ataupun takyif. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
”Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11).
Sebagian dari ulama membagi tauhid menjadi dua  yaitu tauhid di dalam ma’rifat wal itsbat (pengenalan dan penetapan) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan ibadah). Apabila dengan pembagian semacam ini maka tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat masuk dalam golongan yang pertama sedang tauhid uluhiyah termasuk golongan yang kedua (Lihat Fathul Majid 18).
Pembagian tauhid dengan metode seperti di atas termasuk hasil penelitian dari para ulama terhadap semua dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga pembagian tersebut tidak termasuk bid’ah karena mempunyai landasan dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kaitan Antara Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah

gambar kaitan tauhid rububiyah dan uluhiyah
slideshare.net
Antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Tauhid rububiyah yaitu yang mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Artinya pengakuan seseorang kepada tauhid rububiyah yang mengharuskan pengakuannya kepada tauhid uluhiyah.
Barangsiapa yang sudah mengetahui bahwasannya Allah adalah Tuhan yang menciptakannya dan mengatur semua urusannya, maka dia wajib beribadah hanya kepada Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Sedang tauhid uluhiyah mengandung di dalamnya tauhid rububiyah.
Artinya, tauhid rububiyah termasuk dalam bagian dari tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang melaksanakan ibadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya, pasti dia yakin bahwa Allahlah Tuhan dan penciptanya. Hal ini sama seperti halnya perkatan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:
قَالَ أَفَرَءَيْتُم مَّاكُنتُمْ تَعْبُدُونَ {75} أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمُ اْلأَقْدَمُونَ {76} فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّي إِلاَّرَبَّ الْعَالَمِينَ {77} الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ {78} وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ {79} وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ {80} وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ {81} وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ {82}
“Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah (75), kamu dan nenek moyang kamu yang terdahulu? (76), karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu ialah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam (77), (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang memberikan petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku, Yang Dia memberi makanan dan minuman kepadaku (79), dan apabila aku sedang sakit, Dialah Yang dapat menyembuhkanku (80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan mengampuni kesalahanku di hari kiamat (82)” (Asy- Syu’araa’: 75-82).
Tauhid rububiyah dan uluhiyah kadang-kadang disebutkan secara bersamaan, maka ketika itu makna dan artinya berbeda, karena pada dasarnya ketika ada dua kalimat yang dilafadhkan secara bersama-sama dengan kata sambung menunjukkan dua hal yang berbeda. Hal ini sama dalam firman Allah:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ {1} مَلِكِ النَّاسِ {2} إِلَهِ النَّاسِ {3}
Katakanlah;” Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia (1). Raja manusia (2). Sesembahan manusia (3)” (An-Naas: 1-3).
Makna Rabb di dalam ayat ini adalah raja yang mengatur manusia, sedangkan makna Ilaah yaitu sesembahan satu-satunya yang punya hak untuk disembah.
Kadang-kadang tauhid uluhiyah atau rububiyah disebutkan sendiri-sendiri tanpa bergandengan. Maka saat disebutkan salah satunya akan mencakup makna keduanya. Misalnya pada ucapan malaikat maut kepada mayit di alam kubur: “Siapa Rabbmu?”, yang artinya adalah: “Siapakah penciptamu dan sesembahanmu?” Hal ini juga sebagaimanan firman Allah:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلآَّ أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ”Tuhan (Rabb) kami hanyalah Allah” (Al-Hajj: 40).
قُلْ أَغَيْرَ اللهِ أَبْغِي رَبًّا
Katakanlah:”Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah” (Al-An’am: 164).
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata “Rabb kami ialah Allah” lalu mereka istiqamah” (Fushshilat: 30). Penyebutan rububiyah di dalam ayat-ayat di atas mempunyai makna uluhiyah ( Lihat Al Irsyad ilaa Shahihil I’tiqad 27-28).

Isi Al-Qur’an Semuanya Tentang Tauhid

kandungan al-qur'an
nurmuhammad.com
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwasannya isi Al-Qur’an seluruhnya adalah tentang tauhid. Maksudnya karena isi di dalam Al-Qur’an menjelaskan hal-hal berikut:
  • Berita tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, dan perkataan-Nya. Ini termasuk tauhidul ‘ilmi al khabari (termasuk di dalamnya terdapat tauhid rububiyah dan asma’ wa shifat).
    Seruan untuk beribadah hanyalah kepada Allah semata dan tiada yang mempersekutukan-Nya. Ini adalah tauhidul iraadi at thalabi (tauhid uluhiyah).
  • Berisi perintah serta larangan dan keharusan untuk taat kepada perintah Alloh dan menjauhi semua larangan-Nya. Hal tersebut merupakan huquuqut tauhid wa mukammilatuhu (hak-hak tauhid dan penyempurna tauhid).
  • Berita mengenai kemuliaan bagi orang yang bertauhid, tentang balasan-balasan kemuliaan di dunia dan balasan-balasan kemuliaan di akhirat. Ini termasuk dalam jazaa’ut tauhid (balasan bagi ahli tauhid).
  • Berita mengenai orang-orang yang musyrik, tentang balasan yang berupa siksa di dunia dan balasan atau azab di akhirat. Ini termasuk balasan terhadap orang yang menyelisihi hukum-hukum tauhid. Dengan demikian, Al-Qur’an seluruhnya mengandung tentang tauhid, hak-hak-Nya dan balasan-balasan-Nya.
  • Selain itu juga berisi tentang kebalikannya dari tauhid yaitu syirik, tentang orang-orang yang musyrik, dan balasan-balasan bagi mereka (Lihat Fathul Majid 19).
Demikianlah secarik pembahasan yang megenai pembagian tauhid. Semoga Allah Ta’ala selalu meneguhkan kita di atas jalan tauhid untuk mempelajari, mengamalkan, dan mendakwahkannya.

Tauhid Secara Etimologi dan Terminologi

Kata Tauhid tentunya sering kita dengar, tapi sayang, ketika kita mendengar kata Tauhid tidak sedikitpun yang terdetik dihatinya untuk merinding. Padahal asal mula kata Tauhid berasal dari kitab yang sering kita pegang saat ini yakni Al Qur’an.
Memahami dan mengamalkan Tauhid itu wajib bagi umat Muslim. Sebagian dari suatu kelompok ada yang memaknai tauhid tersebut adalah bagian dari jihad. Dari hal berikut berarti kata Tauhid ini memiliki macam-macam arti?. Untuk lebih jelasnya, mari kita pelajari artikel ini tentang bagaimana menegakkan Tauhid dalam jiwa, kemudian mengapa harus Tauhid?
Untuk dapat paham usaha dan berdo’a, butuh dilakukkan. jadi satu kesatuan dan tidak boleh dipisahkan. Pola berfikir seperti (Usaha cari uang dulu yang banyak) baru dapat bisa tenang, pemikiran seperti itu salah, karena belum tentu umur kita sepanjang yang kita bayangkan.
Dalam surat Ar-Ra’d dikatakan,“Alloh tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” jadikan esensi ayat tersebut bukan pada ruang lingkup yang sempit misal (harta,harta dan harta) akan tetapi haruslah universal.

Arti Tauhid Secara Etimologi

abd-holikulanwarislamic.blogspot.com
abd-holikulanwarislamic.blogspot.com
Dilihat dari kata Tauhid berasal dari kata wahhada, tawwahida, yuwahhidu, tauhida, baqiyah yang memiliki arti menjadikan sesuatu satu atau meng-Esakan.
Jika dicermati di dalam bacaan Al Qur’an terdapat kata tawwahida (Bacaan ilmu fiqih Al Qur’an) lebih dari satu surat ialah (QS Al Anbiya 92 dan Al Mu’minun 52). Dalam sejarah ada yang di beri gelar dengan sebutan Bapak Tauhid dan ditetapkan oleh Alloh di dalam surat Az Zukhruf 28, bahwa Nabi Ibrahim lah yang menjadi Bapaknya tauhid.

Arti Tauhid Secara Terminologi

fodina.se
fodina.se
Secara istilah yang digunakan untuk mencoba melakukan penjabaran arti etimologi lebih detail oleh ahlinya dengan berbahasa Indonesia itupun jelas, yaitu meng-Esakan Alloh hanya satu-satunya yang berhak disembah, sedangkan bentuk tindakan menyembah Alloh tidak hanya fokus pada rukun iman.
Alloh telah berfirman (QS Al Ashar 1-3) bahwa iman saling menasehati kebaikan dan beramal sholeh. Surat tersebut dapat dijadikan rujukan salah satu dari penjelasan Al Qur’an mengenai iman dan takwa.
Berbuat mungkar dan keji termasuk seruan syaitan untuk keluar dari nilai Tauhid. Barang siapa yang menjalankannya berarti? Syaitan ada pada golongan Jin dan Manusia. (QS An Naas 1-6) dan akan dipertanyakan kelak apakah belum ada yang memberi kepadamu peringatan?
Jangan sampai menjawab, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah dapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Kau tentukan bagi kami.” (QS Al An Aam 128)
dari kata sebagian tersebut berarti sebagian ada yang selamat dan sebagian ada yang celaka. Yang berhak memilih selamat atau tidak tergantung pada diri masing-masing.

Pernyataan Tauhid identik dengan peperangan adalah salah, yang benar adalah Tauhid identik dengan Iman dan Kesungguhan.
Berikut vidio penjelasannya:


Sumber ; http://ilmuagama.net/

0 komentar:

Posting Komentar