Senin, 11 Januari 2016

Rumah Cut Meutia






Kunjugan Ke Rumah Cut Meutia



Begitulah pemandangan di halaman rumah Cut Meutia di Desa Masjid Pirak, Kecamatan Matang Kuli, Aceh Utara. Cut Meutia adalah perempuan pahlawan dari Aceh yang gagah berani melawan penjajahan Belanda karena tidak sanggup melihat bangsanya ditindas.

Selain karung, jeungki, dan balai, di halaman rumah khas Aceh itu juga terdapat prasasti dan monumen yang bertuliskan sejarah singkat perjuangan Cut Meutia yang juga dikenal sebagai Cut Nyak Mutya. Di halaman depan rumah terdapat kolam, yang menurut sejarah kolam itu tempat perempuan pahlawan ini memancing ikan.


Sore itu, Minggu (3/1/2016), penulis melawat ke rumah yang telah dijadikan salah satu situs sejarah di Aceh Utara. Rumah itu berjarak lebih kurang tiga kilometer dari pusat Kecamatan Matang Kuli. Jalan menuju ke rumah pahlawan Aceh itu sudah beraspal, namun masih terdapat sejumlah lubang di badan jalan. Di sisi kiri-kanan jalan, kita bisa menikmati pemandangan areal sawah yang terhampar luas.
Sesampai pintu masuk halaman rumah, meski hari libur, hanya terlihat sejumlah remaja di halaman rumah itu. “Jam segini belum ramai, pengunjung biasanya nanti sore baru ramai,” ujar penjaga rumah, Muslem (30) saat ditemui Analisa.
Pada awal tsunami menghantam Aceh, tujuh tahun lalu, sejumlah warga asing banyak mengunjungi rumah ini. Mereka kebanyakan dari kalangan non-governmental organization (NGO), seperti warga negara Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea, dan sejumlah negara lainnya.
Saat berada di dalam rumah yang beratap daun rumbia itu, ternyata tidak seperti yang dibayangkan. Di dalamnya, tidak banyak bukti sejarah yang terlihat. Hanya terdapat beberapa lukisan Cut Meutia. Selain itu sejumlah foto sejarah para pemimpin pasukan Belanda dipajang di dinding rumah.
Di dalam rumah yang mempunyai dua kamar itu, kita tidak menemukan peninggalan sejarah selain foto dan dua buah rapa’i (alat musik Aceh).
“Pengunjung banyak mengeluh karena tidak banyak terdapat bukti sejarah orang Aceh dulu seperti pedang, uang dirham, dan pakaian adat Aceh,” papar Muslem.
Pria yang sudah 11 tahun dengan setia menjaga rumah pahlawan Aceh itu mengharapkan supaya pemda mengisi rumah kebanggaan masyarakat Aceh itu dengan sejumlah bukti sejarah dan bahan bacaan tentang sejarah Aceh.

0 komentar:

Posting Komentar